Penulis : Dewi "Dee" Lestari
Penerbit : Truedee Books dan GagasMedia
Filsuf. Filsafat. Filosofi.
Seingat saya, pertama kali saya membaca buku filsafat adalah saat masih kuliah semester I di Universitas Indonesia. Buku filsafat kedua yang saya baca setelah Dasar-Dasar Filsafat adalah Dunia Sophie karangan Jostein Gaarder, itupun membaca semata-mata karena anjuran dosen saya Bp. Donny Gahral Adian, M.Hum, tepatnya karena Beliau mengatakan bahwa Dunia Sophie akan masuk sebagai bahan Ujian Tengah Semester. Membaca Dunia Sophie yang sangat tebal membuat saya semakin merasa bahwa buku tersebut amat sangat tebal karena saya sama sekali tidak menghadirkan 'hati' saya ketika membaca, sehingga yang lahir bukanlah pemahaman akan tetapi kekacauan. Berat hati, saya berusaha merampungkan walau perut serasa mual dan otak mulai keliyengan. Ah, 'seumur-umur malas benar saya berhubungan dengan yang namanya filsafat' pikir saya. Saya pun akhirnya melupakan Dunia Sophie yang hilang entah kemana, begitupun bukunya yang raib setelah dipinjam teman.
Suatu hari, muncul lah sebuah buku dengan cover yang begitu elegan dan judul yang memukau, Filosofi Kopi, di rumah saya. Entah karena di situ tertulis kumpulan cerita dan prosa, entah karena penulisnya Dewi Lestari, entah karena buku tersebut tidak setebal Dunia Sophie, atau karena buku tersebut adalah karya sastra terbaik 2006, saya tidak pernah tahu, yang saya tahu, saya amat antusias untuk kejar-kejaran dari satu halaman ke halaman lain.Saya pun tidak mengerti mengapa terkadang ada getaran dan gejolak saat membacanya. Mungkin terdengar berlebihan. Tapi sungguh, itu yang saya rasakan.
Filosofi Kopi merupakan nama sebuah kedai kopi yang diusung oleh Ben, The Mad Barista. Ben yang begitu pandai meracik kopi ini, memiliki ide untuk membuat deskripsi singkat mengenai filosofi setiap ramuan yang dibuatnya, salah satunya kopi ramuan Ben yang menjadi menu favorit para pelanggan: Ben's Perfecto yang berarti sukses adalah wujud kesempurnaan hidup. Kisah pun bergejolak ketika datang seorang laki-laki yang saat dimintai komentar mengenai Ben's Perfecto, Beliau mengatakan 'lumayan', sontak Ben terkaget, apalagi ternyata laki-laki tersebut ternyata pernah merasakan kopi yang lebih enak daripada Ben's Perfecto. Kemudian di mulai lah perjalanan pencarian kopi tersebut. Kopi Tiwus namanya. Kopi yang bisa diperoleh dengan harga minim ini ternyata begitu menggugah Ben. Kopi Tiwus; walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.
Ditinjau dari content-nya, tidak semuanya saya sukai dan sepakati, ada hal-hal yang saya kurang suka dan kurang sepaham, tapi secara global saya bisa bilang buku ini merupakan buku yang mungkin akan saya baca lagi dan lagi ^^

No comments:
Post a Comment